Sabtu, 13 Juli 2013

Give thanks to Allah,

Give thanks to Allah,
for the moon and the stars
prays in all day full,
what is and what was
take hold of your iman
don't give in to shaitan
oh you who believe please give thanks to Allah.
Allahu Ghafur Allahu Rahim Allahu yuhibo el Mohsinin,
hua Khalikhone hua Razikhone whahoa ala kolli sheiin khadir
Allah is Ghafur Allah is Rahim Allah is the one who loves the Mohsinin,
he is our creator, he is our sustainer and he is the one who has power over all.
Give thanks to Allah,
for the moon and the stars
prays in all day full,
what is and what was
take hold of your iman
don't give in to shaitan
oh you who believe please give thanks to Allah.
Allahu Ghafur Allahu Rahim Allahu yuhibo el Mohsinin,
hua Khalikhone hua Razikhone whahoa ala kolli sheiin khadir
Allah is Ghafur Allah is Rahim Allah is the one who loves the Mohsinin,
he is our creator, he is a sustainer and he is the one who has power over all.

TIPS WIRAUSAHA



TIPS WIRAUSAHA
1.      Pisahkan uang usaha dan uang untuk hidup
2.      Modal usaha dibagi menjadi lima. Tidak seluruhnya dipakai.
3.      Tips Mandiri:
·         Ora Tuku (Tidak Membeli)
·         Ora Utang (Tidak Meminjam)
·         Gawe dhewe (Membuat Sendiri)
4.      TIGA M:
·         Mulai dari diri sendiri
·         Mulai dari hal yang kecil
·         Mulai dari saat ini
5.      Pembagian keuntungan:
·         10 % untuk sosial
·         40 % untuk hidup
·         50 % untuk pengembangan investasi
6.      Berani memulai: jangan takut.
7.      Modal adalah diri sendiri, bukan uang.

PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP



PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP
Tanggapan Terhadap Tantangan Globalisasi
Oleh :
Soenarto Notosoedarmo

Arus globalisasi sudah tidak dapat ditahan lagi untuk memasuki segala sudut kehidupan, baik secara lambat atau cepat. Tampaknya kerusakan lingkungan global pun berimbas ke lingkungan hidup kita sehari-hari. Bagaimanapun juga kita di bidang pertanian berusaha untuk sadar akan ancaman tsb, hingga dampak negatif dari globalisasi dikurangi. Lingkungan petani tidak lepas dari pengaruh globalisasi, begitu pula produk yang dihasilkan dan dipasarkan petani. Petani perlu bertindak hati-hati agar produknya diterima pasar secara kontinyu.

Memanfaatkan Keanekaragaman Hayati


Salah satu karunia Tuhan adalah kayanya tanah air akan keanekaragaman hayati dalam arti luas, bukan hanya flora dan fauna. Istimewanya lagi adalah kekayaan tsb, tidak menimbulkan kebosanan, tidak seperti karya manusia. Jadi, penanaman monokultur (tanaman sejenis) dalam area yang sangat luas, secara tidak langsung menyia-nyiakan kekayaaan yang ada. Usaha bertani model pekarangan adalah contoh bertani yaang berorientasi keanekaragaman. Penghasilan petani ini relatif kontinyu, berkenaan dengan musim panen yang berbeda-beda, berbagai kebutuhan rumah tangga, seperti sayuran, buah, jamu, bahan bangunan, tertopang oleh pekarangannya. Dalam usaha membangun pekarangan, seleksi jenis yang ditanam masih dapat dioptimalkan. Optimalisasi penggunaan jenis tanaman tidak selalu berarti semua jenis yang ditanam bernilai ekonomis. Deretan tanaman ekonomis mungkin perlu diselingi deretan tanaman yang berperan sebagai pupuk, pengusir hama, penjaga kelembaban, dsb. Kadangkala perpaduannya begitu erat agar tanaman utamanya tumbuh baik, misalnya cendana yang perlu ditemani lamtoro atau sengon. Dengan kekayaan jenis tumbuhan yang tinggi, ada peluang untuk memilih cukup bebas. Akhirnya, berbagai fungsi seperti ekonomis dan ekologis tertopang.

Bertani dengan mengusahakan lahan yang beranekaragam flora, menjadi seragam tanamannya, tidak akan kontinyu keuntungannya. Keuntungan yang diperoleh hanya berjangka pendek, kemudian kerusakan oleh hama dan penyakit akan mengancam. Keuntungan yang berupa efisiensi di berbagai bidang dalam usaha monokultur merupakan ancaman globalisasi yang perlu dicermati. Perilaku petani untuk menanam jenis yang sama, misalnya harga di pasaran tinggi, sering dilakukan. Selain resiko harga rendah karena produk di pasar melimpah, tanaman monokultur ini kena resiko serangan hama dan penyakit secara total. Bukankah keadaan ini kemudian menguntungkan pihak lain, misalnya produsen pestisida ?

Karunia keanekaragaman tsb, diatas sebenarnya juga membuka peluang sumber-sumber sifat-sifat unggul di banyak bidang, seperti ketahanan terhadap hama penyakit, kaya vitamin, warna bunga, masa reproduksi. Keanakaragaman tsb, juga berarti kekayaan sifat (plasma nutfah) yang ada pada setiap jenis tumbuhan. Berdasar kekayaan inilah dengan pengetahuan bioteknologi (rekayasa genetika) dapat diramu tumbuhan yang memiliki kumpulan sifat unggul yang diinginkan. Kegiatan ini sudah manpu dilakukan oleh pakar Indonesia. Berkaitan dengan penganekaragaman, petani mempunyai andil besar, baik pengembangan maupun pelestariannya.

Sebenarnya upaya penganekaragaman tanaman pangan misalnya telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Dengan demikian tidak ada ketergantungan pangan pada padi. Berbagai macam umbi-umbian dan biji-bijian perlu diusahakan lagi oleh petani, di samping menanamkan lagi budaya makan non-beras. Upaya melestarikan jenis sebenarnya tidak selalu yang terkait dengan adanya manfaat secara langsung. Beberapa jenis mungkin manfaatnya baru diketahui secara besar-besaran beberapa tahun kemudian. Misalnya tanaman pace Morinda citrifolia, dahulu tidak diperhatikan, tetapi kini punya nilai ekonomis tinggi. Tampaknya semua ciptaan Tuhan perlu dilestarikan, sementara upaya pemanfaatannya perlu terus dicari.

Bertani ramah lingkungan

Akhir-akhir ini standar ramah lingkungan mulai dilaksanakan. Produk-produk pertanian yang sampai ke pasar internasional perlu mengantongi keterangan tidak merusak lingkungan, selain tidak merugika konsumennya. Oleh karena itu, petani dalam budidaya tanamannya tidak dapat gegabah asal produknya melimpah ruah.
Seperti kita ketahui, langit ciptaan Tuhan adalah pelindung semua mahluk. Tetapi dalam perjalanan waktu hidup umat manusia kini sudah tidak senyaman dahulu. Efek gas rumah kaca dan suhu bumi semakin panas serta iklim yang sudah sulit dimengerti menjadi ancaman global, yang tampaknya menjadi semakin nyata dan serangan penyakit, atau musim hujan dan kemarau yang tidak lagi dapat diketahui. Akhirnya, kegagalan panen berkepanjangan ada di hadapan mereka.


Sebagai petani perorangan tentu tidak dapat mengurangi secara berarti timbulnya pengaruh itu, tetapi setidak-tidaknya ada kesadaran untuk tidak bertindak yang semakin merusak. Pemupukan tidak hanya mengejar pertumbuhan tanaman yang cepat serta produk berlebihan, tetapi pemupukan yang berimbang dan jumlah secukupnya akan baik bagi tanaman, sekaligus keadaan tanah. Apabila tanah rusak, beaya pengolahan nantinya semakin mahal dan timbul akibat jelek pada tanaman. Begitu pula pemakaian obat yang berlebihan, selain bernilai mahal juga dapat mengakibatkan hama jadi kebal, hewan bukan sasaran sirna, bahkan pemangsa hama mati. Langkah-langkah tsb, merupakan pemberian peluang kepada lingkungan biotik dan abiotik untuk tetap berada di samping manusia.

Prinsip pengolahan lahan dan pemanfaatan air hendaknya keadaan setempat. Tanah digarap dengan mengingat ketahanannya terhadap faktor luar lainnya, misal curah hujan yang tinggi. Penggarapannya tidak hanya bertujuan agar panen berhasil baik, tetapi pemanfaatan tanah kentang yang tidak memperhatikan pembuatan teras. Bertanam kentang di dataran rendah tampaknya perlu dicoba, begitu pula untuk tanaman-tanaman sayuran semusim lainnya. Bertanam tanaman keras juga ikut menjaga cadangan air, sekaligus mencegah kerusakan tanah.

Tanpa disadari, kegiatan petani dengan bertanam sudah memberi sumbangan oksigen yang penting bagi kehidupan banyak mahluk, terutama manusia. Oleh karena itu, tindakan membiarkan lahan terbuka dari vegetasi, adalah tercela. Naungan vegetasinya masih dapat dimanfaatkan untuk tanaman yang cocok di keteduhan. Hasilnya, tutupan vegetasi bertingkat-tingkat (stratifikasi) dari tanaman yang punya potensi macam-macam.

Perilaku berorientasi lingkungan

Memperoleh hasil usaha yang maksimal adalah tujuan dari setiap petani dalam mengelola tanah dan tanamannya. Tetapi perlu diingat bahwa usaha pertanian merupakan kegiatan hidup yang sangat erat dengan lingkungan alam. Sebab, dalam sejarah perkembangannya manusia mulai memasuki interaksi biotik-biotik yang terjadi di alam bebas, kemudian petani memanipulasinya sejauh tidak mengganggu alam. Keadaan ini ternyata telah berhasil menopang manusia hidup sampai saat ini. Akhir-akhir ini kebutuhan hasil pertanian semakin meluas pemanfaatannya, sementara kemampuan pengetahuan untuk menggali potensi yang dimiliki tanaman dan tanah belum selesai, sehingga terjadi berbagai ketimpangan.

Di tengah situasi seperti itu petani berusaha memenuhi tuntutan tsb, dengan cara untuk bertindak berlebihan. Pupuk, pertisida, pengolahan tanah dilakukan dengan dosis tinggi, frekwensi pemakaian yang besar, tanpa mengetahui secara mendalam akibat buruknya di kemudian hari. Pupuk dan pestisida dicampur melewati takaran, dengan pengertian makin banyak makin baik berhasil, hanyalah berjangka pendek. Musim-musim berikutnya berbagai bencana mulai berdatangan, seperti gagal panen, hama mengamuk, dan tanah sulit diolah.

Rupanya perlu diingat petani, bahwa lingkungan pertanian, terutama tanaman, tanah, dan air mempunyai keterbatasan untuk menopang hasil yang akan dipanen. Oleh karena itu, mencapai hasil optimum harus dirasa cukup. Seperti prinsip pembangunan berkelanjutan, batas optimum hasil inilah yang harus ditingkatkan, bukannya tujuan maksimal. Dalam pada keadaan optimum berbagai faktor yang mendukung diperoleh produk berada dalam keadaan seimbang berkelanjutan.

Dalam era globalisasi, berbagai keinginan atau pengaruh dari luar sampai kepada petani biasanya mengajak untuk meningkatkan produk pertanian baik kualitas maupun kuantitas.Bibit-bibit hasil rekayasa genetika sudah banyak diintroduksi ke Indonesia. Apakah bibit-bibit itu sudah diuji kelayakannya ditanam di lokasi tertentu bukan lagi kewenangan petani. Petani harus mengelola tanaman dengan mengikuti satu paket cara yang tidak dapat dirubah-rubah semau sendiri. Ini mengingatkan kita akan masuknya program Revolusi Hijau di tahun 60-an, dengan segala dampak positif negatifnya. Karena bibit rekayasa genetika adalah karya manusia yang sangat menyentuh faktor yang diturunkan (gen), maka petani adalah pelaku terdepan yang menghadapi dampaknya. Kiranya perlu diwaspadai bahwa sarana dan prasarana dari luar sering mempunyai muatan politik, ekonomi dan sebagainya yang berkesinambungan. Misalnya masuk bibit jenis baru dan unggul berbuntut dengan tersingkir, bahkan punahnya varitas-varitas tanaman lokal.

Sikap menghadapi bahan yang menjadi pencemar lingkungan hampir tidak mendapat perhatian. Pada era globalisasi ini plastik dan berbagai bahan kimia sintetis yang asing bagi lingkungan tampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Bahan tersebut ada yang sangat sulit hancur di alam, sehingga kalau masuk ke tanah malahan menghambat pertumbuhan akar dan kehidupan mahluk hidup dalam tanah. Kalau bahan ini dibakar, maka akan berubah bentuk dan mengeluarkan bau/gas yang mudah menimbulkan kanker (sifat karsinogenik). Adapun bahan-bahan kimia pestisida yang tidak mudah terurai di alam akan mengganggu kehidupan dalam tanah. Kalau terserap ke jaringan tanaman, maka ada resiko masuk ke bagian tanaman yang dikonsumsi. Dalam pasar global kandungan bahan tersebut yang melewati batas ketentuan akan tidak laku. Di sini konsumen telah sadar akan bahaya yang akan ditimbulkan. Perilaku hati-hati dengan bahan-bahan kimia seperti tersebut di atas perlu dihayati. Petani harus sadar bahwa tubuhnya akan sering terpapar/terkontak baik di kulit ataupun saluran pernafasan. Ini berarti petanilah yang paling rawan terhadap paparan bahan-bahan beracun. Seringkali akibat keracunan, misalnya logam berat yang terdapat dalam pestisida, tidak segera diketahui. Selain berhati-hati, sikap menggunakan bahan-bahan di atas cukup seperlunya. Hendaknya juga menjadi pertimbangan moral, kalau pemakaian bahan beracun dengan dosis tidak diketahui oleh konsumen dapat menimbulkan penyakit diwaktu yad. Apakah petani masih bersyukur sementara pemerintah belum menentukan standar kandungan racun yang terdapat pada sayuran di pasar ?























Judul : MEMBUAT DEKOMPOSER

Tujuan : Peserta dapat memdapatkan mikroorganisme pengurai untuk membuat kompos.

Bahan :
Air bersih 10 liter, tetes tebu 1 kg, terasi ¼ kg , susu segar 1 liter, buah-buahan (nanas, papaya, dll) 2 buah, bekatul ½ kg, Rumen sapi 2-4 genggam

Alat :
Ember, Literan, Blender, Saringan, Kompor, Termometer,  Panci

Cara Pembuatan
  1. Buah-buahan dicuci, dikupas dan dihancurkan.
  2. Terasi dihancurkan ditambah buah-buahan yang sudah dihancurkan, tetes tebu, bekatul dan air, diaduk sampai rata, kemudian direbus sampai mendidih.
  3. Didinginkan sampai suhu ± 70oC, susu dan rumen dimasukan dan diaduk sampai rata.
  4. Ditutup rapat dan diperam selama ± 4 hari
  5. Disaring dan dikemas untuk dan digunakan pembuatan kompos, bokhasi , dll.


Judul : MEMBUAT KOMPOS SUPER

Tujuan : Peserta dapat membuat pupuk organik berkualitas tinggi, bebas gulma dan penyebab hama dan penyakit

Bahan     
Kotoran sapi, kapur,  serbuk gergaji,  Abu, Air

Alat
Garpu, gelas ukur, sekop, termometer, Bagor / goni, gembor


Cara pembuatan :
1.    Menyusun bahan-bahan sebagai berikut :

Kapur
Abu
Serbuk gergaji
Dekomposer
Kotoran sapi
Kapur
Abu
Serbuk gergaji
Dekomposer
Kotoran sapi
         
2.    Mengaduk / mencampur dengan cara memotong vertikal dan ditumpuk sampai ketinggian 1,5 m
3.    Setiap minggu dibalik sampai 5-6 kali


Judul : MEMBUAT FERMENTASI URINE SAPI (FERINSA)

Tujuan : Peserta dapat memanfaatkan urine sapi untuk pupuk, pestisida, dan perangsang tumbuh tanaman.

Bahan
        Urine sapi 10 ltr
        Tetes tebu 1 liter
        Dekomposer 250 ml
        Trasi 150 gr
        Laos 150 gr
        Kunyit 150 gr
        Temu ireng 150 gr
        Jahe 150 gr
        Kencur 150 gr
        Broto wali 150 gr


  1. Alat
        Ember               - Saringan
        Blender              - Timbangan
        Pengaduk           - Literan

Cara pembuatan :
1.    Empon-empon dan trasi ditumbuk sampai halus kemudian dimasukkan ember .
2.    Dimasukkan tetes tebu, dikomposer, dan urine sapi
3.    Ditutup dan diperam selama 21 hari
4.    Setiap 3 hari 1x diaduk

Aplikasi
1 liter fermentasi ini dicampur dengan 40 liter air, disemprotkan pada tanaman mulai umur 1 minggu selanjutnya diulang 1 minggu sekali


Judul : MEMBUAT PESTISIDA ORGANIK
         
Tujuan : Peserta dapat memanfaatkan tanaman yang ada disekitarnya untuk mengendalikan HPT.

Bahan
Urine sapi 10 liter, Limbah daun gamal, daun lamtoro masing-masing 3 kg, dekomposer 250 ml, tetes tebu 250 ml, terasi 150 gr
Alat
        Ember               - Literan
        Pengaduk           - Saringan
        Timbangan

Cara pembuatan :
1.    Membuat ekstrak daun gamal dan lamtoro  
2.    Masukkan ke ember, ditambah urine sapi, tetes tebu, terasi, dikomposer, diaduk sampai rata
3.    Ditutup dan diperam selama 21 hari
4.    Tiap minggu dibuka dan diaduk